Selasa, 04 Oktober 2016

SEJARAH KELAS X BAB 1





A.     Sebelum Mengenal Tulisan dan Terbentuknya Kepulauan Indonesia


1.       Konsep Berpikir
a.       Konsep diakronik
Ø  Diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu.
Ø  Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas.
Ø  Contoh :  Sejarah Kerajaan Kutai (Abad IV-XIV), Sejarah Proklamasi Indonesia (17 Agustus 1945). Judul-judul diberwaktu karena menunjukkan sifatnya yang diakronik yaitu mengutamakan dimensi waktu.

b.      Konsep Sinkronik
Ø  Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu, masa. Sinkronis artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu.
Ø   Model sinkronik sering digunakan dalam ilmu sosial, seperti : sosiologi, politik, ekonomi, agama dan antropologi.
Ø   Menurut Sartono Kartodirjo, Ilmu sosial telah mengalami perkembangan sehingga dapat menyediakan teori dan konsep yang berguna dalam analisis sejarah.

c.       Konsep ruang dalam sejarah
Ø  Ruang (dimensi Spasial), merupakan tampat terjadinya berbagai peristiwa proses perjalanan waktu dengan batas ruang tertentu.
Ø  Contoh: Sejarah Perang, seluruh wilayah yang dipakai adalah medan perang itu sendiri.

d.      Konsep waktu dalam sejarah
Ø  Waktu (dimensi temporal) memiliki dua makna, yaitu makna denotati dan konotatif. Makna waktu secara denotatif merupakan satu-kesatuan, Yaitu detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, abad, dan seterusnya.
Ø  Makna secara konotatif , waktu merupakan suatu konsep.
Ø  Suatu kejadian pada masalalu yang tidak ada hubungan dengan sekarang, maka pada masa lalu itu bukanlah sejarah.

2.       Masa Sebelum Mengenal Tulisan
Penggunaan istilah prasejarah dianggap kurang tepat. Kata "prasejarah" terdiri atas dua kata, yaitu kata "pra" artinya sebelum dan kata "sejarah" yang bermakna aktivitas manusia di masa lalu. Jadi, kata prasejarah bermakna sebelum ada aktivitas manusia. Padahal pada kenyataannya, manusia pada saat itu sudah memiliki sejarah dan kebudayaan, meskipun belum mengenal tulisan.

Adapun kata "praaksara" juga terdiri atas dua kata, yaitu "pra" dan "aksara". Kata "pra" berarti sebelum, sedangkan kata "aksara" berarti tulisan. Dengan demikian, praaksara dapat didefinisikan sebagai masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah lain yang mirip dengan arti praaksara, yaitu nirleka. Kata "nir" artinya tanpa dan kata "leka" artinya tulisan.

Zaman praaksara berakhir setelah manusia mengenal tulisan. Indonesia baru mengenal tulisan sekitar abad ke 4 dan ke 5 masehi. Hal ini lebih terlambat dari Mesir dan Mesopotamia yang sudah mengenal tulisan sejak tahun 3000SM.

3.       Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Salah satu di antara teori ilmiah tentang terbentuknya bumi adalah Teori “Dentuman Besar” (Big Bang), seperti dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan, seperti ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh ruang jagad raya. Jika digunakan teleskop besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat ruang jagad raya itu luasnya mencapai radius 500.000.000 tahun cahaya

proses evolusi bumi dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut.
1.       Azoikum (Yunani: a= tidak; zoon= hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada saat ini   bumi baru terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu miliar tahun lalu.
2.       Palaezoikum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil flora dan fauna. Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.
3.        Mesozoikum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini hewan mamalia(menyusui), hewan amfibi, burung dan tumbuhan berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
4.        Neozoikum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai sejak 60.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini dapat dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersierdan Quarter). Zaman es mulai menyusut dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan manusia mulai hidup.

Proses terbentuknya pulau di Indonesia yaitu
Ø  Menurut para ahli bumi, posisi pulau - pulau di Indonesua terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma dalam perut bumi yang isinya berupa lava cair bersuhu tinggi.
Ø  Sebagian wilayah kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara tiga lempeng : 
·           lempeng Indo Australia di selatan
·           lempeng eurasia di utara
·           lempeng pasifik di timur
Ø  Pada masa Palaezoikum, wilayah Indonesia masih merupakan bagian samudra.
Ø  Pada akhir Mesozoikum, kegiatan tektonis menjadi sangat aktif menggerakkan lempeng Indo Australia, eurasia, dan pasifik yang dikenal sebagai fase tektonis yang menyebabkan daratan terpecah - pecah.
Ø  Sebagian pecahan benua eurasia bergerak ke selatan membentuk pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, pulau-pulau di NTB dan kepulauan Banda.
Ø  Sebagian pecahan benua australia bergerak ke utara membentuk pulau timor, kep. NTT, dan sebagian maluku tenggara.
Ø  Sebagian besar Sumatra, Kalimantan dan Jawa tenggelam menjadi laut dangkal akibat proses trangresi.
Ø  Penelitian Alfred Russel Wallace membagi Indonesia dalam 2 wilayah:
·           paparan sahul di timur
·           paparan sunda di barat
Ø  Zona di antara 2 paparan dikenal sebagai wilayah wallace yang menjadi pembatas fauna dari selat lombok sampai ke selat Makassar.
Ø  Zaman alluvium berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang lalu sampai sekarang.
Ø  Jalur gajah : sumatra, malaysia, thailand.
Ø  Patahan di laut menyebabkan tsunami. Air masuk ke lekukan, setelah penuh terbentuk gelombang yang tinggi.

B.      Manusia Purba di Indonesia
Sangiran terletak di kaki Gunung Lawu, JawaTengah, 15 KM utara Surakarta. Di kawasan Sangiran tersimpan data evolusi lingkungan purba tanpa terputus-putus. Dari temuan formasi tanah yang sekarang diabadikan di Museum Sangiran, diketahuli cekungan Sangiran dulunya adalah laut. Adanya kekayaan fosilSangiran dan formasi geologi purba membuat kawasan Sangiran dilindungi. Sejak tahun 1977, Sangiran terdaftar dalam UNESCO sebagai World Heritage. Membuat Indonesia dijuluki Museum Purba Dunia.

Tempat penting penemuan fosil di Indonesia
a.       Sangiran
·         Dalam buku “Sangiran Menjawab Dunia” yang ditulis oleh Harry Widianto & Truma Simanjuntak menjelaskan bahwa Sangiran merupakan sebuah komplek situs manusia purba yang paling lengkap & paling penting di Indonesia
·         Sangiran ditemukan pertama kali pada tahun 1864 oleh P.E.C, Schemulling, dengan penemuan fosil verteberata dari Kalioso.
·         Eugene Dubois pernah datang di Sangiran tetapi kurang tertarik. G.H.R Von Koenigswald tahun 1934 menemukan “artefak litik” di Ngebung sekitar 2 km di barat laut kubah Sangiran. Sejak saat itu sangiran menjadi terkenal dengan penemuan fosil Homo Erectus. Situs sangiran memberikan gambaran tenang evolusi fisik manusia, budaya, binatang & lingkungan

b.    Trinil, Ngawi, Jawa Timur
·         Salah satu situs paleontrapologi diIndonesia yang terletak di desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
·         Trinil merupakan tempat hunian kehidupan purba (tepatnya pada zaman pleistosen tengah). Pada tahun 1890 Eugene Dubois menemukan fosil hewan dan tumbuhan purba.
·         Tengkorak pithecanthropus erectus ini sangat pendek tetapi memanjang kebelakang . Volume otaknya sekitar 900 cc, diantara otak kera (600cc) dan otak manusia (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan dibagian belakang mata terdapat penyempitan yang menandakan otak belum berkembang.
·         Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk meruncing yang diduga berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan perekatan antar tulang kepala ditafsirkan manusia purba ini berukuran dewasa .

c.  Ngandong, Blora, Jawa Tengah
·         Sejak  tahun 1931 , daerah ngandong menjadi pusat penelitian arkeolog yang dirintis oleh tim survai geologi Belanda Ter Haar, Oppernnooth, dan Von Koenigswald  menemukan fosil – fosil manusia purba ,yang kemudia diberi nama Homo erectus Ngandong. Berukuran besar dengan volume otak rata – rata 1.100 cc dan diperkirakan berumur 100.000 – 300.000 tahun yang lalu. 
·         Penemuan Ngandong ini berupa 11 buah fosil tengkorak dan 2 tibia atau tulang kering , sebagian dari jumlah fosil itu sudah hancur, sedangkan lainnya masih dapat digunakan untuk bahan penelitan yang berguna.

1.       Pengertian Manusia Purba
Manusia purba ( prehistoric peopel) adalah jenis manusia purba yang hidup jauh sebelum tulisan ditemukan . Manusia purba diyakini telah mendiami bumi sekitar 4 juta tahun lalu. Namun , para ahli sejarah meyakini bahwa manusia jenis pertama telah ada di muka bumi ini sekitar 2 juta tahun lalu. Karena lamanya waktu , sisa-sisa manusia purba sudah membatu atau berupa menjadi fosil. Oleh karena itu, manusia purba juga sering disebut manusia fosil.
Untuk mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesia ada 2 macam cara yaitu :
1.Melalui sisa-sisa tulang manusia, hewan, tumbuhan yang membatu (fosil).
2.Melalui peninggalan peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia sebagai hasil budaya manusia   seperti alat rumah tangga, bangunan, perhiasan.

2.       Jenis-Jenis Manusia Purba
a.       Meganthropus
·         Jenis manusia purba megathropus ini bedasarkan penelitian dari Van Koeningswald di Sangiran tahun 1936 dan tahun 1941. berdasarkan penelitian tersebut, para ahli menamakan manusia ini meganthropus palaeojavanicus.
·         Meganthropus palaeojavanicus berarti manusia besar yang berasal dari jawa. Masa hidupnya diperkirakan jaman pleistosen awal
b.      Pithecanthropus
·         Jenis fosil pithecanthropus ini  didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Eugene Dubois di dekat Trinil pada tahun 1890. pithecanthropus erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak. Diperkirakan hidup dan berkembang sekitar jaman pleistosen tengah.

c.       Homo (Manusia)
·         Diteliti oleh von Reitschoten di Wajak. Salah satunya, Homo sapiens artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun postur badannya yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern.
·         Homo Sapiens tidak kekar seperti Homo Erectus, namun Homo Sapiens karakter yang lebih berevolusi dan modern contohnya bertambahnya kapasitas otak, mempunyai kapasitas otak yang jauh lebih besar (rata-rata 1.400 cc), Homo sapiens akhirnya tampil sebagai spesies yang sangat tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya, dan dengan cepat menghuni berbagai permukaan dunia ini.
Penggolongan manusia Homo Sapiens
a.       Manusia Wajak (Homo wajakensis)
·         Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, temuan Wajak itu adalah Homo sapiens. Mukanya datar dan lebar, akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata.
·          Mempunyai volume otak 1.630 cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890 di tempat yang sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia wajak bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah termasuk Homo sapiens, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan Pithecanthropus.

b.      Manusia Liang Bua
·         Pada bulan September 2003, Peter Brown dan Mike J. Morwood menemukan manusia Liang Bua. Temuan itu dianggap baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis.
·         Pada tahun 1950-an, di Liang Bua ditemukan beberapa fragmen tulang manusia oleh Th. Verhoeven. Pada waktu itu, dia menemukan tulang iga yang berasosiasi dengan berbagai alat serpih dan gerabah. Pada 1965, juga ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur yang antara lain berupa beliung dan barang- barang gerabah.
·         Ciri- ciri manusia Liang Bua adalah tengkorak yang panjang dan rendah, berukuran kecil, volume otak 380 cc.
·         R.P. Soejono (dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) pada tahun 1970 melanjutkan beberapa kerangka manusia yang di temukan di lapisan atas. Hasil terebut menunjukkan bahwa manusia Liang Bua secara kronologi menunjukkan hunian dari fase zaman paleotik, mesolitik, neolitik, dan paleolitik.

3.       Perdebatan Tentang Manusia Purba Jenis Pithcanthropus ke Homo Erectus
Pemenuan fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang  dipublikasikan pada tahun 1894 dalam berbagai majalah ilmiah melahirkan perdebatan. Pithecanthropus erectus adalah peralihan kera ke manusia. Kera merupakan moyang manusia. Pernyataan Dubois itu kemudian menjadi perdebatan, apakah benar atap tengkorak dengan volume kecil, gigi-gigi berukuran besar, dan tulang paha yang berciri modern itu berasal dari satu individu? Sementara orang menduga bahwa tengkorak tersebut merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik Pongo Dan tulang pahanya milik manusia modern?
Perdebatan itu kemudian berlanjut hingga ke Eropa, ketika Dubois mempresentasikan penemuan tersebut dalam seminar internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan dalam pameran publik British Zoology Society di London.Banyak ahli yang tidak  mau mendengar Dobois sehingga ia pun menyimpan seluruh hasil penelitiannya. Setelah di teliti lebih lanjut oleh Dobois dan Bolk maka di temukanlah masalah dari perdebatan tersebut, bahwa karena hanya perbedaan species bukan perbedaan genus. Dalam pandangan ini maka Pithecanthrotus erectusharus diletakan dalam genus Homo, dan untuk mempertahankan species aslinya, dinamakan Homo erectus.

c.       Asal Usul dan Persebaran Nenek Moyang Indonesia
1.       Pendapat Para Ahli Mengenai Asal Usul Manusia Indonesia
a)      Van Heine Geldern, Bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia. Pendapatnya ini dibuktikan oleh kesamaan artefak purba yang ditemukan di Indonesia dengan artefak purba di daratan Asia.
b)      Hogen berpendapat bahwa bangsa yang mendiami pesisir Melayu di Sumatera beramilasi secara genetik dengan bangsa Mongol yang datang pada gelombang pertama (Proto Melayu dan Deutro Melayu). 
c)       Drs. Moh. Ali beranggapan bahwa asal usul nenek moyang bangsa Indonesia bersumber dari daerah Yunan, Cina. Anggapan ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang menyebut jika bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat kala itu.
d)      Prof. Dr. Krom mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia adalah keturunan asli orang-orang China Tengah. Hal ini didasari pemikiran sederhana, yaitu karena di Cina Tengah banyak sekali terdapat sungai besar. Sebagian dari mereka menyebar ke seluruh kawasan Indonesia pada zaman batu tua (sekitar 2.000 SM sampai 1.500 SM).
e)      Dr. Brandes berpendapat jika suku-suku yang mendiami kepulauan Indonesia mempunyai kesamaan secara etnik, fisik, maupun bahasa dengan beberapa bangsa yang mendiami daerah-daerah yang melintang dari utara di Pulau Formosa (Taiwan), barat di Pulau Malagasi (Madagaskar), selatan di Jawa dan Bali; serta timur di tepi pantai barat Amerika.
f)       Mayundar berpendapat bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, kemudian menyebar ke Indocina terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Pendapat Mayundar ini didukung oleh penelitannya berdasarkan bahasa Austria yang merupakan bahasa muda di India Timur.
g)      Prof. Mohammad Yamin menentang semua teori-teori yang menyebut jika nenek moyang bangsa Indonesia justru berasal dari luar Indonesia. Menurut beliau, orang Indonesia saat ini benar-benar asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia justru malah meyakini jika ada sebagian bangsa dan suku di luar negeri yang nenek moyangnya berasal dari Indonesia. 
h)      Kern berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Teorinya ini berdasarkan perbandingan bahasa. Karena bahasa-bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia adalah Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia, berasal dari satu akar yang sama yaitu bahasa Austronesia.

2.       Proto-Melayu, Deutro-Melayu, Melanesoid, Negrito, dan Weddid

A
. Proto Melayu 

Proto Melayu adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang pertama kali di Indonesia sekitar 1500 tahun SM. Ras melayu ini memilki ciri-ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklat-coklatan, dan bermata sipit. Ras proto melayu ini membawa peradaban batu di kepulauan Indonesia. Ras Proto Melayu melebur menjadi suku bangsa Batak, Dayak, Toraja, Alas, dan Gayo. Kedatangan bangsa Austronesia dari daratan Yunan menuju Indonesia menempuh dua jalur, yaitu: 
1.  Jalur Utara dan Timur 
Melalui Teluk Tonkin menuju Taiwan (Formosa), Filipina, Sulawesi, dan Maluku dengan membawa                                                                           kebudayaan kapak lonjong.Persebaran periode Proto Melayu ini membawa kebudayaan batu baru/Neolithikum. 

2. Jalur Barat dan Selatan
 
Melalui Semenanjung Malaka, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara dengan membawa kebudayaan kapak persegi. Persebaran periode Deutro Melayu ini mebawa kebudayaan logam. 

B. Deutro Melayu 
Deutro Melayu adalah rumpun bangsa Austronesia yang datang di Indonesia pada gelombang kedua terjadi pada sekitar 500 tahun SM. Bangsa Melayu Muda datang ke Indonesia melalui jalur barat, yakni berangkat dari Yunani, Teluk Tonkin, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaka, dan kemudian menyeberangi Selat Malaka hingga sampai di Kepulauan Indonesia. Penyebaran manusia purba di Indonesia tidak berlangsung dalam satu tahap. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, kedatangan manusia purba di indonesia berlangsung tiga tahap, yaitu: 

1. Zaman mesolithikum
Terjadi gelombang masuk manusia purba melonosoid dan daerah teluk tonkin, vietnam, melalui jalur fhilipina, malaysia dan indonesia. Sisa keturunan bangsa melonosoid yang masih ditemukan, antara lain orang sakai di siak, orang aeta di filipina, orang semang di malaysia, dan orang papua melonosoid di indonesia 
2. Zaman neolithikum (200 SM) 
Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu tua (proto melayu) dari daerah yunan, china, melalui jalur semenanjung malaya, indonesia, filipina, dan formosa. Kebudayaan neolithikum, khususnya jenis kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong. 
3. Zaman perundagian 
Terjadi perpindahan manusia purba dari rumpun bangsa melayu muda ( deutero melayu ) dari daerah teluk tonkin, vietnam ke daerah daerah di sebelah selatan vietnam, termasuk indonesia.
Bangsa ini merupakan pendukung kebudayaan perunggu, terutama kapak corong nekara , moko, bejana perunggu, dan arca perunggu. Kebudayaannya sering disebut kebudayaan Don son karena berasal dari donson teluk tonkin. 

C. Melanesoid 
Ras Melanesoid terdapat di Papua. Menurut Daldjoeni suku bangsa Melanesoid sekitar 70% menetap di Papua, Sedangkan 30% lagi tinggal di beberapa kepulauan di sekitar Papua dan Papua-Nugini. Kedatangan bangsa melanesoid di Papua berawal saat zaman es terakhir, yaitu tahun 70.000 SM. Peradaban bangsa melanesoid di kenal dengan paleotikum. Asal mula bangsa Melanesoid, yaitu Proto Melanesia merupakan penduduk pribumi di pulau Jawa. Mereka adalah manusia Wajak yang tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut.
Di Papua manusia Wajak hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai. Mereka hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggal mereka berupa perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan. Rumah-rumahnya hanya berupa kemah atau tadah angin, yang sering didirikan menempel pada dinding gua yang besar. Karena terdesaknya bangsa Proto Melanesoid oleh bangsa Melayu, mereka belum sempat mencapai kepulauan Papua yang membuat mereka melakukan pencampuran dengan ras baru itu. Pencampuran bangsa Melayu dengan Melanesoid menghasilkan keturunan Melanesoid-Melayu, saat ini mereka merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan Maluku. 

D. Negrito & Weddid 
Sebutan Negrito di berikan oleh orang-orang Spanyol Negrito memiliki kulit ynag berwarna hitam mirip dengan jenis-jenis Negro. Kelompok Weddid terdiri atas orang-orang dengan kepala mesochepal dan letak mata yang dalam sehingga nampak seperti berang, kulit mereka coklat tua dan ting rata-rata lelakinya 155 cm. Weddid artinya jenis Wedda yaitu bangsa yang terdapat di pulau Ceylon, Srilanka. Persebaran orang-orang Weddid di nusantara di antaranya Palembang dan Jambi (Kubu), di Siak (Sakai) dan di Sulawesi pojok Tenggara (Toala, Tokea dan Tomuna).
3.       Teori Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

1.       Teori Nusantara
Teori ini menyatakan bahwa asal muasal nenek moyang bangsa nusantara berasal dari wilayah nusantara itu sendiri. Jadi manusia purba yang kelak menjadi nenek moyang bangsa indonesia berasal dari wilayah indonesia sendiri.                                                                                                    
2.       Teori Yunan
Teori ini menyatakan bahwa manusia purba di indonesia atau nenek moyang bangsa ini berasal dari yunan bagian cina selatan. Teori ini berdasarkan adanya kesamaan artefak  dan bahasa melayu yang berkembang di nusantara serumpun dengan bahasa yang ada di negara kamboja. dengan kata lain kemiripan bahasa melayu dengan bahsa kamboja menandakan adanya pertalian dengan daratan yunan. Serta artefak kapak tua yang di temukan di indonesia mempunyai kemiripan dengan kapak tua yang ditemukan di daerah asia tengah.Menurut teori ini datangnya orang yunan ke wilayah nusantara terdiri dari tiga gelombang yaitu : perpindahan orang negrito, perpindahan orang proto melayu, dan perpindahan orang melayu deutro.
Ø  orang negrito, dipercaya sebagai penduduk paling awal di wilayah nusantara yaitu sejak 1000 SM, hal ini berdasarkan dari penemuan arkeologi di gua cha kelantan negara malaysia. Keturunan ras ini adalah suku Siak (Sakai) serta suku Papua Melanesoid
Ø  proto melayu, perpindahan terjadi antara tahun 2.500 SM, mempunyai perdaban yang lebih maju dari orang negrito karena sudah mampu bercocok tanam. Keturunan ras ini adalah suku Toraja, Dayak, Sasak, Nias, Rejang dan Batak.
Ø  melayu deutro, diperkirakan terjadi pada tahun 1.500 SM, mereka hidup di daerah pantai serta mahir dalam berlayar. Keturunan ras ini adalah  suku Minangkabau, Aceh, Jawa, Melayu, Betawi dan Manado

4.         Teori Out of Afrika dan Out of Taiwan
Teori Out of Taiwan
Teori ini berpandangan bahwa bangsa yang ada di Nusantara ini berasal dari Taiwan bukan Yunan. Teori ini didukung oleh Harry Truman Simanjuntak. Menurut pendekatan linguistic, dijelaskan bahwa dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumpun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang dipergunakan leluhur yang menetap di Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Selain itu, menurut riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah Cina. 
Teori Out of Africa
Teori ini menyatakan bahwa manusia modern yang hidup sekarang berasal dari Afrika. Dasar dari teori ini adalah berdasarkan ilmu genetika melalui penelitian DNA mitokondria gen perempuan dan gen laki-laki. Menurut ahli dari Amerika Serikat, Max Ingman, manusia modern yang ada sekarang ini berasal dari Afrika antara kurun waktu 100-200 ribu tahun lalu. Dari Afrika, mereka menyabar ke luar Afrika. Dari hasil penelitian Ingman, tidak ada bukti yang menunjukan bahwa gen manusia modern bercampur dengan gen spesies manusia purba.

d.      Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara
1.  Pola Hunian
Pola Hunian pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. 

Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

2. Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam

Masa manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Hidup mereka umumnya masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang tersedia. Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus.
Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah pantai. Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai.

Peralihan Zaman Mesolitikum ke Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. 
Pelajaran inilah yang kemudian mendorong manusia purba untuk melakukan cocok tanam. Apa yang mereka lakukan di sekitar tempat tinggalnya, lama kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah. mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok tanam.

Pada masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan diduga telah muncul kepercayaan. Buktinya adalah ditemukannya penguburan di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Gua Sodong, Besuki, Jawa Timur dan Bukit Kerang,  Aceh. Dari mayat-mayat tersebut ditaburi cat merah.


3. Kehidupan Sosial Ekonomi
B. Kehidupan Sosial
Pada masa ini, masyarakat
mulai mempunyai tempat
tinggal. Tempat tinggal manusia
pada zaman ini berupa...


C. Kehidupan Ekonomi
Sekitar tahun 2000-1500 SM,
mulai terjadi perpindahan orang-
orang dari Yunnan ke Kepulauan
Indonesia...

  • Sistem kepercayaan manusia purba
Di masa bercocok tanam, maka kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat. Inti kepercayaan berupa penghormatan dan pemujaan untuk roh nenek moyang yang berkembang dari zaman ke zaman. Diindonesia sendiri, terdapat kepercayaan dan pemujaan untuk roh nenek moyang yang terlihat lewat adanya peninggalan-peninggalan tugu-tug batu atau berupa bangunan-bangunan seperti megalithikum
e.      Perkembangan Teknologi
Para ahli kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era pra-aksara ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum dan Neolitikum

1. Antara Batu dan Tulang
Peralatan pertama yang digunakan oleh manusia purba adalah alat-alat dari batu yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini berkembang pada zaman Paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman batu tua ini bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada akhir zaman Tersier dan awal zaman Quartair. Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini merupakan zaman yang sangat penting karena terkait dengan munculnya kehidupan baru, yakni munculnya jenis manusia purba. Zaman ini dikatakan zaman batu tua karena hasil kebudayaan terbuat dari batu yang relatif masih sederhana dan kasar.

Kebudayaan zaman Paleolitikum ini secara umum ini terbagi menjadi Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
·         Di daerah Pacitan sejumlah alat-alat batu berupa kapak genggam, chopper, alat penetak/kapak berimbas (berupa kapak tetapi tidak bertangkai digunakan dengan digenggam di tangan).
·         Di daerah Ngandong ditemukan alat-alat dari batu dan tulang yang berfungsi sebagai penusuk/belati

a. Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. von Koeningwald dalam penelitiannya pada tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di Sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih. Alat-alat itu oleh Koeningswald digolongkan sebagai alatalat “paleolitik”, yang bercorak “Chellean”, yakni suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat Koeningswald ini kemudian dianggap kurang tepat

Setelah Movius berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai salah satu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung itu kemudian dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Kapak perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan Timor. Pendapat para ahli condong kepada jenis manusia Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat tentang umur budaya Pacitan yang diduga dari tingkat akhir Plestosin Tengah atau awal permulaan Plestosin Akhir.

b. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon. Alat-alat ini sering disebut dengan flake. Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Halmahera.

2. Antara Pantai dan Gua
Zaman batu terus berkembang memasuki zaman batu madya atau batu tengah yang dikenal zaman Mesolitikum. Hasil kebudayaan batu madya ini sudah lebih maju apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua). Bentuk dan hasil-hasil kebudayaan zaman Paleolitikum tidak serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk flake dan alat-alat dari tulang terus mengalami perkembangan. Secara garis besar kebudayaan Mesolitikum ini terbagi menjadi dua kelompok besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal, yakni di pantai dan di gua.

a. Kebudayaan Kjokkenmoddinger.
Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding dapat diartikan sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini dapat memberi informasi bahwa manusia purba zaman Mesolitikum umumnya bertempat tinggal di tepi pantai.

Pada tahun 1925 Von Stein Callenfals melakukan penelitian di bukit kerang itu dan menemukan jenis kapak genggam (chopper) yang berbeda dari chopper yang ada di zaman Paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra Timur ini diberi nama pebble atau lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis pebble ini terbuat dari batu kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja dan sisi bagian dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Di samping kapak jenis pebble juga ditemukan jenis kapak pendek dan jenis batu pipisan (batu-batu alat penggiling). Di Jawa batu pipisan ini umumnya untuk menumbuk dan menghaluskan jamu.

b. Kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia purba pendukung kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan tahun 1928 sampai 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan misalnya ujung panah, flakke, batu penggilingan. Juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche ini banyak ditemukan misalnya di Besuki, Bojonegoro, juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.

3. Mengenal Api
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat penting. Penemuan api kira-kira terjadi pada 400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada periode manusia Homo erectus. Api digunakan untuk menghangatkan diri dari cuaca dingin. Penemuan api juga memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan dengan cara membakar. Manusia juga menggunakan api sebagai senjata menghalau binatang buas yang menyerangnya. Api dapat juga dijadikan sumber penerangan. Dengan api manusia dapat menaklukkan alam, seperti membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan.

Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan dan menggosokkan yang mudah terbakar dengan benda padat lain. Misalnya saja batu api, jika dibenturkan ke batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api. Percikan tersebut kemudian ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau material lain yang kering hingga menimbulkan api. Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok suatu benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang, atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya, jika digosokkan pada kayu lainnya akan menghasilkan panas karena gesekan itu kemudian menimbulkan api.

Penelitian-penelitian arkeologi di Indonesia sejauh ini belum menemukan sisa pembakaran dari periode ini. Namun bukan berarti manusia purba di kala itu belum mengenal api. Sisa api yang tertua ditemukan di Chesowanja, Tanzania, dari sekitar 1,4 juta tahun lalu, yaitu berupa tanah liat kemerahan bersama dengan sisa tulang binatang. Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah manusia purba membuat api atau mengambilnya dari sumber api alam (kilat, aktivitas vulkanik, dll). Hal yang sama juga ditemukan di China (Yuanmao, Xihoudu, Lantian), di mana sisa api berusia sekitar 1 juta tahun lalu. Namun belum dapat dipastikan apakah itu api alam atau buatan manusia. Teka-teki ini masih belum dapat terpecahkan, sehingga belum dipastikan apakah bekas tungku api di Tanzania dan Cina itu merupakan hasil buatan manusia atau pengambilan dari sumber api alam.

4. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang dapat dikatakan paling penting adalah zaman batu baru atau neolitikum. Pada zaman ini telah terjadi perubahan pola hidup manusia. Pola hidup food gathering digantikan dengan pola food producing. Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung kebudayaan zaman batu baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak , hidup bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil kebudayaan yang terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap perkembangan.

a. Kebudayaan Kapak Persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Geldern. Dinamakan Kapak Persegi berdasarkan penampangnya berupa persegi panjang atau trapesium. Pengertian kapak persegi bukan hanya kapak saja, tetapi banyak alat lain dalam berbagai ukuran dan keperluan seperti beliung/pacul alat yang besar ,dan yang kecil yaitu tarah dgunakan untuk mengerjakan kayu. Penyebaran kapak persegi terutama di Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatra, Jawa dan Bali. Diperkirakan sentrasentra teknologi kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Kapak persegi ini cocok sebagai alat pertanian.

b. Kebudayaan Kapak Lonjong
Nama kapak lonjong ini disesuaikan dengan bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong. Pada ujung yang lancip ditempatkan tangkai dan pada bagian ujung yang lain diasah sehingga tajam. Kapak yang ukuran besar sering disebut walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di daerah Papua, Seram, dan Minahasa.

Pada zaman Neolitikum,  juga ditemukan barang-barang perhiasan, seperti gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar. Manusia purba waktu itu sudah memiliki pengetahuan tentang kualitas bebatuan untuk peralatan. Penemuan dari berbagai situs menunjukkan bahan yang paling sering dipergunakan adalah jenis batuan kersikan (silicified stones), seperti gamping kersikan, tufa kersikan, kalsedon, dan jasper.

Di beberapa situs yang mengandung fosil-fosil kayu, seperti di Kali Baksoka (Jawa Timur) dan Kali Ogan (Sumatra Selatan) tampak ada upaya pemanfaatan fosil untuk bahan peralatan. Pada saat lingkungan tidak menyediakan bahan yang baik, ada kecenderungan untuk memanfaatkan batuan yang tersedia di sekitar hunian, walaupun kualitasnya kurang baik. Contoh semacam ini dapat diamati pada situs Kedunggamping di sebelah timur Pacitan, Cibaganjing di Cilacap, dan Kali Kering di Sumba yang pada umumnya menggunakan bahan andesit untuk peralatan.

c. Perkembangan Zaman Logam
Mengakhiri zaman batu masa Neolitikum maka dimulailah zaman logam atau perundagian. Zaman logam di Kepulauan Indonesia berbeda dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu dan besi, sedangkan di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi. Beberapa contoh benda-benda kebudayaan perunggu itu antara lain: kapak corong, nekara, moko, berbagai barang perhiasan. Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan praktik keagamaan misalnya nekara.

5. Konsep Ruang pada Hunian (Arsitektur)
Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari- hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang.

Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum mngutamakan arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar